Hampir semua murid di SD Pelopor takut pada Pak Sanusi. Selain galak, pak penjaga sekolah itu juga berpenampilan misterius. Ia jarang berbicara, jarang tersenyum, dan setiap hari memakai baju serta celana hitam.
Semua murid berusaha un tuk tidak berurusan dengan Pak Sanusi. Mereka masih teringat cerita Banu. Banu pernah mengempeskan ban sepeda Pak Sanusi. Ia kesal, tidak di ijinkan masuk gerbang karena terlambat.
Akibatnya? Kelinci peliharaan Banu di sekolah mati mendadak. Banu menduga Pak Sanusi yang membunuh kelincinya itu. Selain itu, masih banyak cerita lain tentang Pak Sanusi membuat banyak murid ketakutan.
Pada suatu pagi, Riska terlambat tiba di sekolah. Pagi jalan yang biasa di lewati Riska tereendam banjir. Riska telah berusaha menembus banjir, namun tetap saja ia terlambat. Roknya basah kuyup. Tubuhnya juga kedinginan. Riska nekat masuk sekolah karena hari itu ada ulangan matematika.
Riska memperhatikan sekeliling sekolah yang sepi. Murid-murid lain pasti sudah masuk kelas semua.
"Hmm, mungkin aku bisa menyelinap masuk lewat pintu belakang."pikir Riska
Riska kemudian berjalan ke belakang sekolah. Pagarnya lumayan tinggi. Dengan susah payah Riska memanjat pagar itu. Iapun masuk kedalam halaman. Tiba-tiba kakinya tergelincir. Tangannya yang sibuk memegangi tas tidak sempat meraih sesuatu untuk pegengan.
"WAAA..."Riska jatuh terjerebab di atas semak berduri. Baju seragamnya sobek tersangkut pagar. Isi tasnya berhamburan keluar.
"Aduuh..Aduuh..," Riska mengaduh.
Tangan dan kakinya lecet dan penuh goresan. Badannya sakit semua. Belum sempat Riska bangkit, terdengar langkah kai seseorang. Riska hampir pingsan ketika melihat orang berpakaian hitam itu. Pak Sanusi!! Dia memandang dengan tatapan tajam.
"Kamu pasti terlambat dan berusaha menyelinap masuk sekolah, ya?!" tanyanya menggeram marah.
Riska tidak sanggup berkata-kata. Ia mengira Pak Sanusi akan memarahinya habis-habisan. Tetapi ternyata Pak Sanusi membantunya berdiri dan membawanya ke rumah pondok halaman sekolah. Pak Sanusi membersihkan lukanya dengan alkohol.
"Sudah selesai, "kata Pak Sanusi sambil membersih sisa-sisa kapas dan alkohol. Wajahnya terlihat masih kesal.
"Apakah kamu tidak tahu memanjat pagar setinggi itu sangat berbahaya?! Kamu harus berjanji untuk tidak mengulanginya lagi! Kalau tulangmu patah bagaimana?!" bentak Pak Sanusi.
"Ma..Ma..af, Pak, "jawab Riska tergagap.
"Sebaiknya sekarang kamu pulang saja. Bajumu basah dan sobek. Badanmu pasti sakit sekali,"lanjut Pak Sanusi
Riska memperhatikan pondok tempat Pak Sanusi tinggal. Di sudut ruangan terlihat setumpuk pakaian yang baru disetrika, semuanya berwarna hitam.
"Pak, kenapa bapak selalu memakai baju warna hitam apakah bapak tidak bosan?"tanya Riska
Wajah Pak Sanusi seketika berubah kaku.
"Hitam adalah warna duka. Saya selalu memakai warna hitam karena saya selalu berduka, "jawab Pak Sanusi singkat
"Berduka?Berduka karena apa?"tanya Riska lagi lalu ia merasa ciut karena Pak Sanusi menatapnya tajam.
Diluar dugaan Riska Pak Sanusi lalu bercerita sedih
"Istri Bapak meninggal ketika melahirkan seorang anak perempuan. Anak itu Bapak namakan Ayu. Namun, ia juga meninggal. Karena sakit lima tahun yang lalu. Sekarang Bapak tinggal sendiri. Bapak berduka setiap hari kare kepergian orang yang bapak cintai."
Riska terdiam. Ia tak menyangka dibalik sikap misterius Pak Sanusi, ada kisah yang sangat menyedihkan. Riska dapat memahami kesedihan Pak Sanusi, karena diapun telah kehilangan ibunya dua tahun silam.
"Ibu saya juga telah meninggal. Tapi Ayah bilang, kita tidak boleh terus bersedih karena ditinggal orang yang kita sayangi. Di luar sana masih ada orang lain yang menyayangi kita. Bapak juga masih memiliki anak-anak lain, yaitu kami. Bapak bisa menganggap saya dsan murid lain sebagai anak, dengan begitu bapak tidak akan kesepian lagi."
Mata Pak Sanusi terlihat berkaca-kaca.
Setelah kejadian itu Riska lama tidak melihat Pak Sanusi. Kabarnya ia sakit. Hingga pada suatu hari, Riska kembali melihat Pak Sanusi. Ia sedang membantu Dito memompa ban sepeda Dito yang kempes. Dan di hari-hari berikutnya Pak Sanusi semakin sering terlihat bermain dengan murid-murid lain. Sampai pada suatu hari Riska melihat Pak Sanusi memakai baju biru! Sepertinya masa berduka Pak Sanusi sudah berlalu. Sekarang tidak ada lagi baju hitam untuk Pak Sanusi.
Jumat, 12 Juni 2009
Cerpen : Baju Hitam
Diposting oleh Shara Marcheline di 01.26
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar